Crypto untuk menangani biaya pengiriman uang lintas batas? Selama 2 tahun berturut-turut, Singapura menjadi pemuncak dari Indeks Kebebasan Ekonomi dunia. Peringkat atas Singapura dan skor tingginya didorong oleh peringkat hak properti dan kebebasan perdagangannya. Lalu, apa artinya ini bagi pasar crypto yang sedang booming?
Baru-baru ini seorang analis crypto terkemuka bernama Raoul Pal melakukan interview dengan Sopnendu Mohanty, Kepala kantor Fintech dari otoritas meneter di Singapura. Mereka berdua membahas banyak hal, mulai dari Central Bank Digital Currency (CBDC), regulasi, interoperabilitas, dan banyak lagi.
Baca juga Sukses Melampaui Pencapaian S&P500, Apple, Google, Emas dan Perak: Bitcoin Naik 90% Tahun ini
Kebebasan dan Fintech
Mohanty membawa Pal untuk menilik sejarah evolusi fintech Singapura dan mencatat bagaimana pasar Asia dapat “melompat” dengan lebih mudah. Pal menunjukkan bagaimana negara-negara barat tertinggal dalam hal integrasi. Mengenai regulasi, Pal mencatat undang-undang keamanan abad ke-20 Amerika Serikat.
Dalam tanggapannya Mohanty membahas apa yang disebutnya sebagai “pembuatan kebijakan melalui eksperimen.” Dia berkata, “Jadi, dalam hal ini kami akan bereksperimen dengan pasar, kami akan menciptakan lingkungan yang kondusif di mana semua pelaku dapat datang kepada kami dan dapat membangun produk bersama kami, dan kami akan bekerja sama. Kami tidak ingin mengedepankan inovasi, itu ide yang sangat buruk.”
Mengenai perkembangan di masa depan, Mohanty mengkonfirmasi ada rencana untuk bekerja sama dengan India mengenai Unified Payments Interface [UPI] pada paruh pertama tahun 2022. Namun, ketika berbicara tentang rencana penurunan biaya pengiriman uang antara Singapura dan Thailand, Mohanty mengatakan bahwa “mata uang digital” adalah jawabannya.
Central Bank Digital Currency (CBDC) / Bank Sentral
Singapura sebelumnya memimpin proyek Dunbar yang mempertemukan bank sentral Australia, Malaysia, Singapura, dan Afrika Selatan untuk menguji CBDC dalam pengiriman uang lintas batas.
Berbicara tentang Proyek Dunbar, Mohanty mengatakan, “Dan perkembangannya cukup baik. Dan semua pembelajaran yang kami dapatkan dari berbagai bank sentral dalam hal bilateral akan diserap dalam program itu. Jadi, itu satu bagian. Nah, pertanyaannya tetap kapan kita akan melihat ini benar-benar masuk ke implementasi produksi? Tebakan terbaik saya adalah itu akan tetap menjadi implementasi bilateral. Kapan pun kita siap untuk mengimplementasikannya dengan hal ini. ”
Interoperabilitas vs inovasi
Mohanty mengkonfirmasi bahwa Singapura memiliki pertukaran crypto dan bahwa hal tersebut “akan diatur.” Namun, dia menjelaskan bahwa dia lebih tertarik pada pengiriman uang lintas batas dan perlindungan investor. Ketika Pal mengajukan pertanyaan tentang crypto wallet, Mohanty mengakui pasar bisa bergerak ke arah itu. Namun, perlu dicatat bahwa Mohanty menegaskan bahwa sektor swasta akan memimpin inovasi dan sistem baru. Dia menjelaskan, “Kami tidak tertarik untuk membuat teknologi baru. Fokus kami adalah interoperabilitas. Fokus kami adalah seputar keamanan dan kesehatan sistem. Kami tidak dalam bisnis membuat inovasi teknologi.”
Sumber: https://ambcrypto.com/why-singapore-monetary-authority-has-no-interest-in-creating-new-tech/