Menurut sebuah penelitian terbaru, gelembung (bubble) Bitcoin (BTC) mungkin runtuh pada tahun 2022. Hal tersebut akan membuat aset kehilangan lebih dari setengah nilainya, terlebih ketika rasa antusias investor menurun.
Kepala Alokasi Aset Global Invesco, Paul Jackson yakin bahwa ia dapat melihat Bitcoin meluncur di bawah $30.000 pada tahun 2022. Angka tersebut merupakan penurunan lebih dari 50% dari puncak kripto sebelumnya pada November 2021. Prediksi tersebut masuk dalam daftar ‘sepuluh skenario yang tidak mungkin, tetapi dapat dibayangkan.”
Jackson mengatakan bahwa kenaikan nilai Bitcoin menunjukkan tanda-tanda fenomena yang dikenal sebagai “kegilaan finansial.” Hal tersebut merujuk pada referensi terjadinya bencana pasar saham yang terjadi tahun 1929, sering dikenal sebagai “Black Tuesday.”
Investasi manik atau yang sering dikenal sebagai “gelembung ekonomi” terjadi ketika harga suatu barang meningkat jauh di atas nilai dasarnya sebagai akibat dari pemasaran massal.
Baca juga Arcane Research Memaparkan Analisis Terkait Kinerja Altcoin yang Mengungguli Bitcoin
Terkait kondisi tersebut, Jackson menambahkan, “pemasaran luas Bitcoin mengingatkan kita pada aktivitas pialang saham menjelang bencana tahun 1929.” Sesuai dengan prediksi, aktivitas pemasaran luas Bitcoin menurunkan nilai aset hingga $41.792 pada 19 Januari tahun ini.
Berdasarkan data yang dipaparkan, kerugian aset mencapai 45% dalam dua belas bulan pasca puncak pembelian yang meningkat drastis. Ketika kondisi tersebut terus berlanjut, harga Bitcoin akan turun menjadi antara $37.000 dan $34.000 pada akhir Oktober 2022. Dalam hal ini, Jackson berspekulasi bahwa gelembung akan mengalami keruntuhan setelah dua tahun.
Perubahan Harga Bitcoin dari Tahun ke Tahun
Pada akhir Desember 2017, Bitcoin mengalami lonjakan yang sebelumnya tidak terbayangkan, mencapai lebih dari $19.000 per koin. Sayangnya, pada bulan Februari 2018 nilai tersebut mengalami penurunan lebih dari setengah nilainya.
Namun, pada akhir tahun 2020, ekonomi dunia mengalami kerugian besar sebagai akibat dari pandemi COVID-19. Selanjutnya, Bitcoin kembali meningkat hingga melampaui puncaknya yang terjadi di tahun 2017.
Meskipun sebelumnya para investor menganggap bahwa cryptocurrency merupakan alat untuk menipu dan penggelapan uang, di akhir tahun 2020 daya tariknya terus meningkat. Hal tersebut dibuktikan dengan bank sentral Inggris dan AS yang menyatakan minatnya untuk membangun mata uang digital mereka sendiri berdasarkan teknologi blockchain Bitcoin.
Tesla juga mulai menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran produk, El Salvador menjadi negara pertama di dunia yang menerima Bitcoin sebagai uang tunai legal, dan Commonwealth Bank of Australia menyatakan pada akhir 2021 bahwa klien akan dapat memperdagangkan mata uang kripto menggunakan aplikasi perbankan online mereka.