Pada periode 1 Mei hingga 14 Desember 2022, penerimaan pajak aset kripto Indonesia mencapai Rp231,75 miliar, menurut informasi Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri sebesar Rp. 121,31 miliar dan PPh 22 atas transaksi aset melalui PMSE dalam negeri dan simpanan sendiri berjumlah Rp. 110,44 miliar dan Rp. 121,31 miliar, menurut pemaparan Mentri keuangan.
Besaran pajak fintech atau P2P Lending yang berhasil dipungut sebesar Rp 209,8 miliar, yang meliputi PPh 23 sebesar Rp 121,65 miliar dan PPh 26 sebesar Rp 88,15 miliar.
“Dalam hal ini, Fintech – P2P Lending telah membayar PPh 23 atas bunga pinjaman sebesar Rp. 121,65 miliar serta PPh 26 bunga pinjaman sebesar Rp. 88,15 miliar,” paparnya.
Baca Juga : Malta, Sebuah Negara Blockchain di Eropa Selatan
Sehingga total Rp 5,06 triliun telah terkumpul dalam pajak digital per 14 Desember. Sebanyak 134 PMSE atau pelaku usaha digital yang ditunjuk Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sebagai penerima PPN bertanggung jawab membayar jumlah tersebut.
Pada saat itu juga, Sri Mulyani mengungkapkan, per 14 Desember 2022 penerimaan pajak telah melampaui target APBN, yakni Rp. 1.634,4 triliun dari target Rp 1.485 triliun.
Hal ini menandakan jumlahnya 100% lebih tinggi dari target yang ditetapkan Perpres 98/2022 kita, ujarnya. Selain itu, penerimaan pajak ini naik 41,93 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 1.151,5 triliun.
Ini adalah peningkatan yang sangat signifikan, dan tidak diragukan lagi sebagai hasil dari ekspansi dan pemulihan ekonomi yang kuat, kenaikan harga komoditas, dan perubahan undang-undang yang dikenal sebagai Undang-Undang HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan), menurut Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah akan terus melakukan reformasi pajak, termasuk pengenaan pajak kripto ini.
Sumber : www.liputan6.com , id.berita.yahoo.com