Dalam sebuah pengumuman yang baru-baru ini dikeluarkan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, terungkap bahwa pangsa mata uang selain dolar AS dan euro dalam cadangan internasional tengah mengalami pertumbuhan.
Menurut Zakharova, tren ini diamati karena semakin banyak negara mencoba untuk menggunakan mata uang nasional mereka dalam transaksi perdagangan luar negeri.
“Pangsa dolar AS dalam cadangan devisa telah turun di bawah 60% di tengah meningkatnya penggunaan mata uang alternatif dalam penyelesaian internasional,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, pada hari Rabu, dikutip dari kantor berita resmi Rusia Tass.
Dalam konteks ini, diplomat Rusia juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2002, indikator yang mengukur status greenback hanya berada pada angka 72%. Hal ini menggambarkan pergeseran yang signifikan dalam preferensi mata uang dalam perdagangan internasional.
Maria Zakharova menyoroti bahwa banyak negara kini sedang gencar meningkatkan upaya mereka dalam mencari cara-cara untuk menggunakan mata uang nasional mereka dalam transaksi lintas batas. Dikatakan bahwa salah satu mata uang alternatif yang saat ini paling aktif dipromosikan adalah yuan.
“Euro kini telah jatuh menjadi 19%, dari 28% pada tahun 2008. Omong-omong, yuan telah meningkat menjadi 3%, tiga kali lipat. pertumbuhan sejak 2016,” tambah Zakharova.
Pejabat pemerintah Rusia juga menegaskan bahwa penggunaan mata uang lokal saat ini merupakan prioritas bagi anggota blok BRICS, yang termasuk Rusia sebagai salah satu pendiri.
Hal ini menjadi perbincangan penting dalam pertemuan puncak kelompok tersebut di Johannesburg pekan lalu.
Dalam pertemuan itu, Presiden Rusia Vladimir Putin menjelaskan bahwa de-dolarisasi telah menjadi “proses yang tidak dapat diubah” di antara negara-negara BRICS, menekankan pentingnya diversifikasi mata uang dalam perdagangan internasional. [RH]