Blockchain dapat diibaratkan seperti penemuan listrik dan internet yang mengubah kehidupan manusia menjadi lebih mudah. Teknologi blockchain adalah solusi yang dapat dimanfaatkan untuk seluruh industri, baik pribadi maupun publik.
Blockchain tidak selalu tentang Bitcoin, manfaat dan use case teknologi ini jauh lebih luas dari itu. Dengan berbagai elemen yang dimilikinya, blockchain merupakan teknologi dengan potensi disrupsi yang sangat besar. Mari simak lanjutan artikel ini untuk mengetahui lebih dalam tentang blockchain dan pengaruhnya terhadap sektor keuangan.
1. Memahami Blockchain
Blockchain merupakan teknologi yang menjadi dasar sistem terdesentralisasi. Blockchain juga dikenal dengan sebutan Distributed Ledger Technology (DLT), yaitu teknologi yang memungkinkan pembagian data terdistribusi dan terdesentralisasi dengan mengeliminasi peran pihak ketiga.
Blockchain merupakan teknologi yang mendasari Bitcoin dan cryptocurrency lainnya. Dengan memanfaatkan blockchain, transaksi dapat terjadi secara langsung, transparan, dan tidak dapat dimanipulasi (immutable). Karakteristik inilah yang membuat teknologi blockchain cocok menjadi solusi berbagai tantangan di semua sektor industri.
Secara umum, ada dua jenis blockchain. Yaitu permissioned blockchain dan permissionless blockchain dengan kelebihannya masing-masing.
- Permissioned Blockchain
Permissioned blockchain adalah blockchain yang membutuhkan izin untuk bergabung dan berpartisipasi di konsensus. Teknologi blockchain jenis ini sangat cocok digunakan untuk sektor pemerintahan, logistik, bank dan keuangan, serta manajemen supply chain.
Permissioned blockchain memiliki 3 karakteristik utama. Yaitu struktuk tata kelola, private transactions, dan proses autentikasi. Blockchain ini memiliki output sangat cepat, jaringan yang skalabel, dan menawarkan efisiensi energi.
Contoh permissioned blockchain yang paling populer adalah IBM Blockchain, Hyperledger, dan Corda.
- Permissionless Blockchain
Permissionless blockchain adalah kebalikan dari permissioned blockchain, yaitu pengguna tidah harus mendapatkan izin untuk bergabung dan berinteraksi dengan jaringan. Itulah mengapa blockchain ini juga disebut sebagai blockchain publik.
Karakteristik utama permissionless blockchain adalah sepenuhnya terdesentralisasi, jaringan yang transparan, dan immutable (permanen). Kelebihan blockchain ini yaitu terbuka untuk umum, memberi kepercayaan untuk semua pengguna, dan menawarkan keamanan tingkat tinggi.
Contoh permissionless blockchain adalah Ethereum, Bitcoin, Solana, dan berbagai blockchain lainnya yang mendasari cryptocurrency.
2. Blockchain untuk Kehidupan
Blockchain merupakan teknologi yang revolusioner, karena blockchain mampu mengubah berbagai aspek kehidupan manusia menjadi lebih efektif dan efisien dengan sistem terdesentralisasi yang ditawarkan.
Dengan menggunakan Peer-to-Peer (P2P) approach, blockchain mampu menghilangkan peran pihak ketiga dalam sebuah transaksi. Blockchain membuka dunia desentralisasi baru sepenuhnya dengan tetap menjamin keamanan dan keaslian data.
Blockchain memiliki potensi disrupsi yang sangat besar dengan berbagai elemen yang dimilikinya. Salah satu elemen utamanya adalah smart contract yang pertama kali dikenalkan oleh Ethereum pada tahun 2014. Kehadiran smart contract menciptakan blockchain yang programmable.
Smart contract merupakan kontak digital tanpa perantara (intermediaries). Kontrak digital ini menghilangkan kemungkinan manipulasi data dan transaksi karena semuanya direkam secara transparan dan dieksekusi secara otomatis di jaringan blockchain.
Sebagai sebuah inovasi, smart contract menjadikan blockchain sebagai solusi yang sangat tepat untuk berbagai aspek kehidupan. Hal ini ditandai dengan semakin luasnya implementasi teknologi blockchain di berbagai sektor industri, seperti industri logistik, turis, ,keuangan, asuransi, pemerintahan, kesehatan, pendidikan, hingga industri hukum.
3. Cryptocurrency
Popularitas blockchain yang melejit seketika tidak terlepas dari peran Bitcoin dan cryptocurrency lainnya. Bitcoin yang muncul pada tahun 2009 menjadi tonggak awal implementasi besar-besaran blockchain saat ini.
Cryptocurrency merupakan aset digital yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran, investasi, dan berbagai transaksi lainnya secara langsung, tanpa membutuhkan peran pihak ketiga. Berbasis blockchain, cryptocurrency sepenuhnya terdesentralisasi dan immutable.
Koin dan Token
Secara sederhana, aset kripto dibedakan menjadi dua jenis, yaitu koin dan token. Mungkin sebelumnya Anda menganggap kedua jenis aset ini sama, hanya sebutannya saja yang berbeda. Namun ternyata token dan koin memiliki definisi yang berbeda pula.
Koin merupakan aset kripto asli dari sebuah blockchain. Misalnya Ether (ETH) merupakan koin blockchain Ethereum, bitcoin (BTC) untuk blockchain Bitcoin, Solana (SOL) untuk blockchain Solana, dll.
Sedangkan token merupakan aset kripto yang dibuat di atas jaringan blockchain yang sudah ada. Dengan kata lain, token memanfaatkan blockchain lain, bukan menciptakan jaringan blockchain sendiri. Contohnya seperti token Uniswap (UNI) dan Axie Infinity (AXS) di Ethereum dan PancakeSwap (CAKE) di Binance Smart Chain.
Baca juga Peran Penting Blockchain di Industri Kesehatan untuk Mengamankan Data Medis
4. Regulasi dan Perkembangan Aset Kripto di Indonesia
Adopsi cryptocurrency terjadi secara global, termasuk di Indonesia. Investor kripto di Indonesia terus bertumbuh dari tahun ke tahun, diiringi dengan jumlah transaksi yang fantastis.
Pada tahun 2020, tecatat sebanyak 4 juta investor kripto di Indonesia. Jumlah ini meningkat drastis pada akhir tahun 2021 dengan total investor sebanyak 11,2 juta. Kurang dari satu tahun, jumlah investor kripto terus bertambah hingga mencapai 12,4 juta pada Februari tahun ini.
Jumlah transaski aset kripto di Indonesia juga meningkat dengan sangat cepat. Pada tahun 2020, transaksi aset kripto berjumlah Rp. 60 triliun. Dalam kurun waktu 1 tahun, jumlah transaksi meningkat lebih dari 100%, yaitu Rp. 859 triliun.
Meningkatnya jumlah investor dan transaksi aset kripto di Indonesia mendorong pemerintah untuk menciptakan sejumlah regulasi. Cryptocurrency sendiri berada di bawah pengawasan Bappebti, karena aset kripto dianggap sebagai komoditi, sesuai dengan Pasal 1 Ayat (7) Peraturan Bappebti No. 8/2021:
“Aset kripto adalah komoditi tidak berwujud yang berbentuk digital aset, menggunakan kriptografi, jairngan Peer-to-Peer, dan buku besar yang terdistribusi, untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.”
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018 merupakan tonggak awal regulasi aset kripto di Indonesia. Regulasi baru yang baru-baru ini diumumkan oleh Bappebti adalah pengenaan pajak terhadap transaksi kripto sebesar 0,1% yang akan diberlakukan mulai 1 Mei 2022.
Pengenaan pajak aset kripto ini menuai pro kontra dari para investor kripto di Indonesia. Namun sebagai besar investor menyambut baik regulasi ini. Dengan mengenakan pajak terhadap aset kripto, berarti pemerintah menganggap kripto memiliki legitimasi yang lebih besar dibanding komoditi lain yang tidak dikenakan pajak.
5. Decentralized Finance (DeFi)
Selain cryptocurrency, DeFi merupakan layanan berbasis blockchain yang sedang menjadi perbincangan hangat di kalangan penggiat dunia fintech. Decentralized Finance (DeFi) merupakan sistem keuangan alternatif berbasis blockchain. Layanan terdesentralisasi ini menghilangkan perantara dan menggantikannya dengan komponen utama, yakni smart contract.
DeFi memungkinkan semua orang yang tergabung dalam satu komunitas untuk memanfaatkan layanan keuangan lebih mudah dan aman. Data DeFi tidak dapat dipindahkan atau diambil alih secara sepihak selain pemilik akun. DeFi merupakan sistem keuangan masa depan yang lebih efisien, murah, dan bisa digunakan oleh siapa saja. Dengan berbagai keunggulan dan keunikannya ini, DeFi merupakan salah satu layanan teknologi blockchain yang menjadi masa depan sektor keuangan yang terdesentralisasi.
Beberapa kasus penggunaan DeFi saat ini yaitu manajemen aset, Decentralized Exchange (DEX), Decentralized Autonomous Organization (DAO), margin trading, GameFi, tokenisasi, staking, serta lending dan borrowing.
Pengaplikasian DeFi di Indonesia masih dalah tahap awal. Belum ada institusi yang menerapkan DeFi secara penuh karena belum ada regulasi yang jelas dan tepat mengenai DeFi. Sebenarnya, pengembangan DeFi di Indonesia lebih potensial karena dapat menjangkau seluruh daerah secara merata, transparan, dan efisien.